Oleh: Ippho 'Right" Santosa
Beginilah menikah cara kiri:
- Berkenalan
- Pendekatan
- Pacaran
- punya pekerjaan tetap
- punya kendaraan
- punya rumah
- punya isi rumah
- tunangan
- lamaran
- menentukan hari baik
- seserahan
- menyebar undangan
- akad nikah
- resepsi dari pihak keluarga istri
- resepsi dari pihak keluarga suami
- bulan madu
padahal, bukan begitu yang diajarkan oleh otak kanan dan
agama. Cukup kenalan, lamaran, dan akad nikah. Selesai! By the way, itu yang saya lakukan. Cepat, hemat, dan tepat sasaran ‘kan?
Hm contohnya salah seorang pimpinan asuransi bumiputra, Bambang Taruno, bercerita, “Maret 1990 saya mulai bekerja di Asuransi Bumiputra. Nah ketika itu, saya sedang mewancarai seorang karyawati baru. Orangnya pendiam, keibuan, anggun. Saya pun lansung berpikir bahwa dia adalah jodoh saya. Siang hari, sewaktu bertemu denganya yang ketiga kalinya, saya memberanikan diri untuk menegurnya… dan melamarnya! Terang aja, ia kaget dan tidak bisa menjawab! Wong baru kenal! Ngomong-ngomong, kenapa saya bertindak secepat itu? Sebenarnya, sebelumnya saya sudah mengamati dia di musola kantor. Saya amati-amati, kok dia berdoa lamaaa banget. Bahkan berdoanya sampai menangis. Menurut saya, inilah calon istri yang salehah.”
Hm contohnya salah seorang pimpinan asuransi bumiputra, Bambang Taruno, bercerita, “Maret 1990 saya mulai bekerja di Asuransi Bumiputra. Nah ketika itu, saya sedang mewancarai seorang karyawati baru. Orangnya pendiam, keibuan, anggun. Saya pun lansung berpikir bahwa dia adalah jodoh saya. Siang hari, sewaktu bertemu denganya yang ketiga kalinya, saya memberanikan diri untuk menegurnya… dan melamarnya! Terang aja, ia kaget dan tidak bisa menjawab! Wong baru kenal! Ngomong-ngomong, kenapa saya bertindak secepat itu? Sebenarnya, sebelumnya saya sudah mengamati dia di musola kantor. Saya amati-amati, kok dia berdoa lamaaa banget. Bahkan berdoanya sampai menangis. Menurut saya, inilah calon istri yang salehah.”
Lanjut bambang, “Tidak tunggu lama-lama, malamnya saya
langsung menemui ibunya, melamar. Ternyata dia sudah memiliki teman dekat,
seorang pria mapan. Say bilang, ‘Coba kamu Tanya dia, kapan dia mau menikahi
kamu. Aku beri waktu tiga hari. Kalau dia bisa menjawab dengan menyakinkan,
berarti dia memang jodohmu. Tapi kalau tidak, berarti akulah jodohmu-pendamping
hidupmu yang dikirim Allah. ‘Rupa-rupanya, si pria itu tidak berani memberikan
jawaban. Ringkas cerita, sekitar dua minggu kemudian kami pun melangsungkan
pernikahan. Saat itu, usia saya 24 tahun dan istri saya 22 tahun. Dengan
begitu, kami pacarannya, yah setelah menikah. Jangan salah, itu malah lebih
nikmat. Alhamdulillah, sekarang kami sudah dikaruniai 4 orang anak.”
Bambang pun berpesan, “Banyak orang yang menunda menikah,
karena alas an belum punya pekerjaan tetap, rumah, isi rumah, mobil dan
lain-lain. Padahal makin bertambah umur, makin banyak pertimbangan. Kalau boleh
saya menyarankan, jangan takut menikah. Luruskan niat menikah itu karena Allah
dan segerakan. Sepanjang kita berikhtiar, Allah pasti mencukupkan rezeki kita,
istri kita, dan anak-anak kita. Justru dengan menikah, pintu rezeki akan lebih
terbuka.” Sebagai tambahan, Bambang bersama istrinya juga rutin mrndirikan
shoalat hajat, tahajjud, witir, dan puasa senin-kamis.
Ironisnya, sekarang coba lihat di sekitar kita, betapa
banyak orang yang takut menikah hanya gara-gara tidak punya ini dan itu, belum
mampu ini dan itu. Lagi pula, bikan pemborosan pernikahan yang telah kita
lakukan selam ini, atas nama adat, kebiasaan, tidak mau kalah, dan peristiwa
sekali seumur hidup. Giliran untuk undangan dan resepsi, puluhan juta siap
untuk dihambur-hamburkan. Lha, giliran untuk umrah dan haji, alasannya tidak
punya uang. Memangnya, undangan dan resepsi itu hukumnya apa? Umrah dan haji
itu hukumnya apa? Pastilah maklum, umrah dan hajilah yang mestinya lebih
diutamakan.